NASKAH MERTASINGA: MASJID AGUNG CARBON MENDAPAT GANGGUAN ( II )
NYI TEGAL PANGALANG-ALANG MEMBANTU PANEMBAHAN RATU
(pupuh LXVII.09 - LXVII.30)
Dengan telah terjadinya bencana itu, keadaan mesjid menjadi sangat memprihatinkan, karena sekarang tidak bisa lagi dipergunakan untuk sholat. Panembahan sangat risau hatinya lalu segera pergi meminta bantuan kepada neneknya yang berada di Tegal, Nyi Pengalang-alang namanya . Sang nenek berkata, "Ya ini memang pekerjaannya orang tua". Panembahan telah mengetahui adanya guna-guna di memolo / bubungan mesjid itu.
Nyi Pengalang berkata dengan lembut, "Kataku juga apa, guna-guna itu amat saktinya, nenek minta biar aku saja nanti yang mengusirnya. Orang yang sudah tua itu nak, kalau mati itu tidak cerewet. Dan engkau nak, nanti lihatlah saja dari luar mesjid, tidak usah ikut membantu karena nenek sendiri sanggup menghilangkan guna-guna sakti itu". Panembahan menjawab, "Baiklah nanti nenek saja yang masuk dan hamba akan berada di luar mengawasi".
Begitulah lalu Nyi Gedeng Pangalang-alang mengambil air wudhu, selesai mensucikan diri lalu dia masuk ke bangsal Mesjid Agung dan lalu bersuci sekali lagi untuk menghilangkan kotoran kotoran yang mungkin terlewat, seperti dikatakan dalam ungkapan manuk mabur datan kari lan kurungan nipun (burung terbang tak tertinggal kurungannya) . Barulah kemudian dia masuk ke dalam mesjid. Di dalam mesjid kemudian dia menyerukan azan dengan suara melengking memekakan telinga. Suaranya bagaikan mengguncang jagat, bumi menjadi bergoyang-goyang dan kemudian terdengar ledakan diatas langit-langit. Ketika terdengar suara azan eyang Gedeng Pangalang-alang yang demikian kerasnya, guna-guna itu terlempar dari pataka mesjid dan menyembur hilang musnah, dan keadaan pun kembali seperti sedia kala. Diceritakan guna-guna sakti itu terlempar jauh dan kemudian masuk ke dalam Gua Upas, gua dimana berkumpul guna-guna lainnya .
Adapun nenek Pangalang-alang, dengan terlemparnya guna-guna itu ke Gua Upas, dia pun hilang seperti ditelan bumi di tengah-tengah mesjid itu. Nyi Pangalang-alang itu telah hilang dari dunia ini, dia telah pindah ke dunia yang latif (maha halus). Panembahan sangat terkejut menyaksikan hilangnya sang nenek. Si nenek itu masuk jiwa dan raganya meraga-sukma sebagai halnya seorang wali. Semua orang di Pakungwati sudah mengetahui bahwa Nyi Gedeng sudah tiada. Walaupun terjadinya di Mesjid Agung, akan tetapi kuburannya bukan di situ, tempat itu hanyalah sebagai tempat menghilangnya saja.
Kekhawatiran Panembahan sudah berlalu, namun kehawatiran berikutnya adalah mengingat akan nasihat yang diberikan pada waktu jamannya Sinuhun Jati menghukum Syekh Lemabang itu. Ada suara yang mengingatkan bahwa jika telah sampai pada keturunan yang ke sembilan maka anak cucu Sinuhun Jati akan diselingi oleh budi durga (budi jahat), oleh kerbau bule bermata kucing, yang datang dari arah barat. Hal ketiga Panembahan teringat akan kata-katanya Sunan Kalijaga dahulu, bahwa sepeninggalnya Sinuhun Jati maka Mesjid Agung akan terbakar. Diceritakan kemudian bahwa Panembahan Ratu lah kelak yang akan memadamkan kebakaran itu. Hal keempat yang merisaukan Panembahan ialah apabila nanti ada lagi yang membuat keributan seperti ini, lalu siapa yang akan menolong karena si nenek sudah tiada, tidak ada lagi yang dapat diandalkan menjadi tumbal negara, demikian Panembahan berkata dalam hatinya (bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar